Kamis, 12 Desember 2013

Backward Bending Supply di Sektor Tenaga Kerja



TEORI EKONOMI


Backward Bending Supply di Sektor Tenaga Kerja

Nama : Ade Melisa

NPM  : 20212126

Kelas  : SMAK06-3

Universitas Gunadarma


 
Masalah tenaga kerja adalah masalah yang sangat kompleks dan besar. .Kompleks karena masalahnya mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berinteraksi dengan pola yang tidak selalu mudah dipahami. Besar karena menyangkut jutaan jiwa. Untuk menggambarkan masalah tenaga kerja dimasa yang akan datang tidaklah gampang karena disamping mendasarkan pada angka tenaga kerja di masa lampau, harus juga diketahui prospek produksi di masa mendatang.  Kondisi kerja yang baik, kualitas output yang tinggi, upah yang layak serta kualitas sumber daya manusia adalah persoalan yang selalu muncul dalam pembahasan tentang tenaga kerja disamping masalah hubungan industrial antara pekerja dengan dunia usaha. antara pekerja dengan dunia usaha. Dapat dikatakan ketenagakerjaan di Indonesia hingga kini masi menghadapi beberapa ketidakseimbangan baik struktural ataupun sektoral. maka salah satu sasaran yang perlu diusahakan adalah meningkatkan daya guna tenaga kerja. Permintaan Tenaga kerja yang dipengaruhi oleh nilai marjinal produk (Value of Marginal Product, VMP), Penawaran Tenaga Kerja yang dipengaruhi oleh jam kerja yang luang dari tenaga kerja individu serta upah, secara teoretis harus diperhatikan agar kebijakan-kebijakan yang dilakukan mendekati tujuan yang diinginkan

Pasar tenaga kerja adalah pasar dimana ada sejumlah pembeli dan penjual faktor produksi tenaga kerja. Pembeli input tenaga kerja adalah perusahaan dan penjual penjual input tenaga kerja adalah rumah tangga. Perusahaan diasumsikan menentukan jumlah tenaga kerja yang akan dibeli dalam upaya mendapatkan keuntungan maksimal. Sementara rumah tangga diasumsikan sebagai pihak yang memiliki input tenaga kerja untuk dijual kepada perusahaan.
Dalam analisis pasar tenaga kerja perilaku pihak pemilik input tenaga kerja diilustrasikan sebagai kurva penawaran tenaga kerja. Kurva penawaran tenaga kerja ini menunjukkan hubungan antara jumlah jam kerja per hari yang bersedia ditawarkan pada berbagai tingkat upah. (Arfida, 2005)


Kurva penawaran tenaga kerja mempunyai kemiringan yang positif karena dengan kenaikan upah seseorang mungkin secara sukarela bersedia untuk mengurangi waktu luang (leisure) untuk bekerja lebih lama.
Namun kurva penawaran tenaga kerja dapat melengkung ke belakang (backward-bending) karena bila tingkat upah terus meningkat pada akhirnya jam kerja yang ditawarkan dapat turun karena orang memilih untuk menikmati lebih banyak waktu luangnya dan lebih sedikit bekerja. Gambar 1 diasumsikan bahwa seoarang pekerja mempunyai fleksibilitas untuk memilih berapa jam per hari harus bekerja. Upah mengukur jumlah uang yang harus dikorbankan pekerja untuk menikmati waktu luang. Pada tingkat upah di W0 jumlah jam kerja yang ditawarkan di tingkat L0. Bila upah naik di tingkat W1 jumlah jam kerja yang ditawarkan pun akan meningkat di tingkat L1.  Studi kasus yang dilakukan di negara maju menunjukkan elastisitas peningkatan upah terhadap penawaran jam kerja pada kelompok keluarga dengan sumber penghasilan suami dan istri dengan maupun tanpa anak menunjukkan nilai negatif. Artinya kelompok keluarga tersebut berada pada bagian kurva penawaran yang melengkung ke belakang. Namun perekonomian makro di Indonesia dicirikan oleh nilai upah minimum yang hanya mampu memenuhi 89,63% KHM dan tingkat pengangguran serta inflasi yang relatif tinggi. Dengan karakteristik tersebut untuk kasus Indonesia secara agregat, kuat dugaan nilai elastisitas penawaran jam kerja akibat kenaikan upah masih positif. Artinya penawaran agregat tenaga kerja di Indonesia masih pada kurva yang melengkung ke atas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar