TEORI EKONOMI
Backward Bending Supply di Sektor Tenaga
Kerja
Nama : Ade Melisa
NPM : 20212126
Kelas : SMAK06-3
Universitas Gunadarma
Masalah tenaga
kerja adalah masalah yang sangat kompleks dan besar. .Kompleks karena
masalahnya mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berinteraksi
dengan pola yang tidak selalu mudah dipahami. Besar karena menyangkut jutaan
jiwa. Untuk menggambarkan masalah tenaga kerja dimasa yang akan datang tidaklah
gampang karena disamping mendasarkan pada angka tenaga kerja di masa lampau,
harus juga diketahui prospek produksi di masa mendatang. Kondisi kerja yang baik, kualitas output yang tinggi,
upah yang layak serta kualitas sumber daya manusia adalah persoalan yang selalu
muncul dalam pembahasan tentang tenaga kerja disamping masalah hubungan
industrial antara pekerja dengan dunia usaha. antara pekerja dengan dunia
usaha. Dapat dikatakan ketenagakerjaan di Indonesia hingga kini masi menghadapi
beberapa ketidakseimbangan baik struktural ataupun sektoral. maka salah satu
sasaran yang perlu diusahakan adalah meningkatkan daya guna tenaga kerja.
Permintaan Tenaga kerja yang dipengaruhi oleh nilai marjinal produk (Value of Marginal
Product, VMP), Penawaran Tenaga Kerja yang dipengaruhi oleh jam kerja yang
luang dari tenaga kerja individu serta upah, secara teoretis harus diperhatikan
agar kebijakan-kebijakan yang dilakukan mendekati tujuan yang diinginkan
Pasar tenaga
kerja adalah pasar dimana ada sejumlah pembeli dan penjual faktor produksi
tenaga kerja. Pembeli input tenaga kerja adalah perusahaan dan penjual penjual
input tenaga kerja adalah rumah tangga. Perusahaan diasumsikan menentukan
jumlah tenaga kerja yang akan dibeli dalam upaya mendapatkan keuntungan
maksimal. Sementara rumah tangga diasumsikan sebagai pihak yang memiliki input
tenaga kerja untuk dijual kepada perusahaan.
Dalam analisis
pasar tenaga kerja perilaku pihak pemilik input tenaga kerja diilustrasikan
sebagai kurva penawaran tenaga kerja. Kurva penawaran tenaga kerja ini
menunjukkan hubungan antara jumlah jam kerja per hari yang bersedia ditawarkan
pada berbagai tingkat upah. (Arfida, 2005)
Kurva penawaran
tenaga kerja mempunyai kemiringan yang positif karena dengan kenaikan upah
seseorang mungkin secara sukarela bersedia untuk mengurangi waktu luang
(leisure) untuk bekerja lebih lama.
Namun kurva
penawaran tenaga kerja dapat melengkung ke belakang (backward-bending) karena
bila tingkat upah terus meningkat pada akhirnya jam kerja yang ditawarkan dapat
turun karena orang memilih untuk menikmati lebih banyak waktu luangnya dan
lebih sedikit bekerja. Gambar 1 diasumsikan bahwa seoarang pekerja mempunyai
fleksibilitas untuk memilih berapa jam per hari harus bekerja. Upah mengukur
jumlah uang yang harus dikorbankan pekerja untuk menikmati waktu luang. Pada
tingkat upah di W0 jumlah jam kerja yang ditawarkan di tingkat L0. Bila
upah naik di tingkat W1 jumlah jam kerja yang ditawarkan pun akan
meningkat di tingkat L1. Studi kasus yang
dilakukan di negara maju menunjukkan elastisitas peningkatan upah terhadap
penawaran jam kerja pada kelompok keluarga dengan sumber penghasilan suami dan
istri dengan maupun tanpa anak menunjukkan nilai negatif. Artinya kelompok
keluarga tersebut berada pada bagian kurva penawaran yang melengkung ke
belakang. Namun perekonomian makro di Indonesia dicirikan oleh nilai upah
minimum yang hanya mampu memenuhi 89,63% KHM dan tingkat pengangguran serta
inflasi yang relatif tinggi. Dengan karakteristik tersebut untuk kasus
Indonesia secara agregat, kuat dugaan nilai elastisitas penawaran jam kerja
akibat kenaikan upah masih positif. Artinya penawaran agregat tenaga kerja di
Indonesia masih pada kurva yang melengkung ke atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar